tag:blogger.com,1999:blog-86003607826460303442024-03-19T14:30:15.837+07:00Ilmu HukumUniversitas Syiah KualaIlmuhukumuskhttp://www.blogger.com/profile/05625406171782532634noreply@blogger.comBlogger17125tag:blogger.com,1999:blog-8600360782646030344.post-27559288173442044012018-04-29T19:36:00.001+07:002018-04-29T19:38:53.298+07:00Pengertian Ilmu Tauhid <p dir="ltr"><u><u><u><i>Dala</i></u></u></u><u><i>m</i></u><i> memahami soal-soal i'itiqad (kepercayaan) dalam Islam lebih baik terlebih dahulu dimaklumi istilah-istilah yang terpakai dalam lingkungan ini.</i></p>
<p dir="ltr"><i>Usuluddin artinya Pokok Agama. Ilmu Usuluddin artinya Ilmu Pokok-pokok Agama.</i></p>
<p dir="ltr"><i>Di dalam Ilmu Ushuluddin dibicarakan soal-soal l'itiqad yang menjadi pokok bagi Agama, yaitu:</i><br>
<i>a. Kepercayaan (i'tiqad) yang bertalian dengan Ketuhanan (Ilahiyat).</i><br>
<i>b. Kepercayaan yang bertalian dengan Kenabian (Nubuwaat).</i><br>
<i>c. Kepercayaan yang bertalian dengan soal-soal yang gaib (hari akhirat, syurga, neraka, dan lain lain).</i><br>
<i>d. Dan lain-lain soal kepercayaan.</i></p>
<p dir="ltr"><i>Ilmu Ushuluddin kadang-kadang dinamai ilmu Kalam, yakni Kalam Tuhan karena dalam ilmu ini banyak dibicarakan sifat-sifat Tuhan, di antaranya sifat Kalam (berkata).</i></p>
<p dir="ltr"><i>Ulama-ulama dan ahli-ahli ilmu Kalam dinamai Mutakallimuun atau Mutakallimiin.</i></p>
<p dir="ltr"><i>Ada juga orang menamai Ilmu ini dengan Ilmu Tauhid, yakni Ilmu ke-Esaan Tuhan karena yang banyak dibicarakan dalam ilmu ini ialah tentang</i><br>
<i>ke-Esaan Tuhan.</i></p>
<p dir="ltr"><i>Ada juga yang menamainya dengan Ilmu 'Aqaid, yakni ilmu i'tiqad karena yang banyak dibicarakan dalam ilmu ini ialah soal-soal i'itiqad (kepercayaan).</i></p>
<p dir="ltr"><i>Di Indonesia ada orang-orang menamainya dengan Ilmu sifat dua puluh, karena di dalam ilmu ini dibicarakan 20 sifat yang wajib (mesti ada) bagi Tuhan.</i></p>
<p dir="ltr"><i>Pendeknya perkataan-perkataan Ilmu Ushuluddin, Ilmu Kalam, Ilmu Tauhid, Ilmu 'Aqaid, Ilmu Sifat Duapuluh, sama artinya yaitu ilmu yang dibicarakan di dalamnya soal-soal i'itiqad (kepercayaan tentang Ketuhanan, Kenabian, Keakhiratan).</i></p>
<p dir="ltr"><i>Kalau kita berbicara tentang usul (pokok) sudah tentu ada yang furu' (cabang).</i></p>
<p dir="ltr"><i>Dalam istilah keagamaan, furu' syari'at berarti soal-soal ibadat yang dikerjakan setiap hari, umpamanya sembahyang, puasa, zakat, haji, nikah, jual beli dan lain-lain.</i></p>
<p dir="ltr"><i>Kesimpulannya dapat ditegaskan bahwa Ushuluddin ialah i'itiqad, dan furu' syari'at ialah ibadat-ibadat yang lahir</i>.</p>
<p dir="ltr"><i><b>Sumber:</b></i><br>
<i>Buku I'TIQAD Ahlussunah Walaupun Jamaah</i> (2010)<br>
Karangan: <i><b>K.H. SIRADJUDIN ABBAS.</b></i></p>
Ilmuhukumuskhttp://www.blogger.com/profile/05625406171782532634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8600360782646030344.post-79205806523274519412018-04-29T16:56:00.001+07:002018-04-29T16:57:11.685+07:00Orang yang beriman<p dir="ltr"><i><b>Ustadz Abdul Somad</b></i><i> </i><br>
<u><i>Orang</i></u><i> yang beriman dan orang yang tidak</i><br>
<i>beriman sama sama mencari dunia. Tapi apa bedanya? Orang yang beriman, mencari dunia sebagai bekal baginya untuk</i><br>
<i>menghadap Allah di akhirat.</i></p>
<p dir="ltr"><i>Jangan tinggalkan dunia untuk mengejar akhirat, dan jangan pula tinggalkan akhirat demi mengejar dunia. Namun raih kehidupan dunia untuk mendapatkan kebaikan di akhirat.</i></p>
<p dir="ltr"><i>Sydney, Australia</i><br>
<i>10 Syaban 1439</i><br>
<i>26 April 2019</i></p>
Ilmuhukumuskhttp://www.blogger.com/profile/05625406171782532634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8600360782646030344.post-81627070256782282132015-08-04T23:56:00.004+07:002015-08-04T23:56:25.826+07:00Pengertian Demokrasi<div style="text-align: justify;">
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. <br /><br />Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances. <br /><br />Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umumlegislatif, selain sesuai hukum dan peraturan. <br /><br />Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih). <br /><br />Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana). <br /><br />Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara. <br /><br />Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. <br /><br />Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. <br /><br />Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
sumber: <i>https://sakauhendro.wordpress.com/demokrasi-dan-politik/pengertian-demokrasi/ </i></div>
Ilmuhukumuskhttp://www.blogger.com/profile/05625406171782532634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8600360782646030344.post-20235268889610234502015-08-03T13:09:00.004+07:002015-08-03T13:09:40.837+07:00Sistem HukumAda berbagai jenis sistem hukum yang berbeda yang dianut oleh negara-negara di dunia pada saat ini, antara lain sistem hukum Eropa Kontinental, sistem hukum Anglo-Saxon, sistem hukum adat, dan sistem hukum agama. <br /><br />
<i><b>1. Sistem hukum Eropa Kontinental </b></i><br />
Adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Hampir 60% dari populasi dunia tinggal di negara yang menganut sistem hukum ini. <br /><br /><i><b>2. Sistem hukum umum </b></i><br />
Adalah suatu sistem hukum yang digunakan di Inggris yang mana di dalamnya menganut aliran frele recht lehre yaitu dimana hukum tidak dibatasi oleh undang-undang tetapi hakim diberikan kebebasan untuk melaksanakan undang-undang atau mengabaikannya. <br />Sistem hukum Anglo-Saxon <br /><br /><i><b>3. Sistem Anglo-Saxon</b></i><br />
Adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada (kecuali Provinsi Quebec) dan Amerika Serikat (walaupun negara bagian Louisiana mempergunakan sistem hukum ini bersamaan dengan sistem hukum Eropa Kontinental Napoleon). Selain negara-negara tersebut, beberapa negara lain juga menerapkan sistem hukum Anglo-Saxon campuran, misalnya Pakistan, India dan Nigeria yang menerapkan sebagian besar sistem hukum Anglo-Saxon, namun juga memberlakukan hukum adat dan hukum agama. <br /><br />Sistem hukum anglo saxon, sebenarnya penerapannya lebih mudah terutama pada masyarakat pada negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan zaman.Pendapat para ahli dan prakitisi hukum lebih menonjol digunakan oleh hakim, dalam memutus perkara. <br />Sistem hukum adat/kebiasaan <br /><br /><i><b>4. Hukum Adat</b></i><br />
Adalah seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan yang berlaku di suatu wilayah. misalnya di perkampungan pedesaan terpencil yang masih mengikuti hukum adat. dan memiliki sanksi sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di wilayah tertentu. <br />Sistem hukum agama <br /><br /><i><b>5. Sistem hukum agama </b></i><br />
Adalah sistem hukum yang berdasarkan ketentuan agama tertentu. Sistem hukum agama biasanya terdapat dalam Kitab Suci.<br />
<br />
sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/HukumIlmuhukumuskhttp://www.blogger.com/profile/05625406171782532634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8600360782646030344.post-60445331623413755932015-07-28T01:37:00.000+07:002015-07-28T01:37:34.699+07:00PELUK ISLAM KARENA HERAN KEBIASAAN SHALAT JUMATMerasa heran, Leilah bertanya pada ibunya, "Kemana ayah pergi?" Ibunya menjawab, "Salat Jumat." Leilah tidak tahu apa itu salat Jumat.<br />
<br />
Leilah Ahmad adalah Muslimah asal<br />
Australia. Sulung dari dua bersaudara ini<br />
keturunan Australia dan Pakistan. Dia dibesarkan dalam keluarga yang tidak kuat dalam agama. Orangtua Leilah membiarkan anak-anaknya memilih agama sendiri.<br />
<br />
Namun Leilah akhirnya memilih Islam yang murni pilihannya, tanpa paksaan atau dorongan dar siapa pun. Hidayah datang kala Leilah kerap melihat kebiasaan ayahnya yang asli Pakistan<br />
selalu keluar rumah pada siang hari di hari<br />
Jumat.<br />
<br />
Merasa heran, Leilah bertanya pada ibunya, "Kemana ayah pergi?" Ibunya menjawab, "Salat Jumat." Leilah tidak tahu apa itu salat Jumat. Ia bahkan tidak pernah tahu ayahnya Muslim. Akhirnya, Leilah memutuskan untuk bertanya langsung pada ayahnya. Ayahnya menjelaskan apa itu salat Jumat beserta<br />
tujuannya. Leilah kemudian bertanya, apakah dia bisa ikut salat Jumat. Ayahnya mengiyakan. Leilah pun diminta mengenakan gaun panjang, syal, dan baju lengan panjang untuk menghormati<br />
Muslim. Puluhan orang telah berkumpul di sana.<br />
<br />
Leilah merasa seperti mendapat inspirasi ketika Imam menyampaikan khutbah salat Jumat. Hari itu Leilah baru menyadari bahwa Islam terasa baru baginya. Ia pernah melihat Muslim lewat di jalan, tapi ia tidak tahu mengapa perempuan Muslim harus memakai hijab.<br />
<br />
Itu adalah kunjungan pertama Leilah ke sebuah masjid meski sebelum itu ia sebenarnya pernah mengunjungi masjid, meski tidak benar-benar sebuah masjid. Di Cannes, kaum Muslim sering mengubah sebuah rumah tempat mereka tinggal<br />
untuk salat dan menggelar acara keagamaan.<br />
<br />
Pada hari pertama berkunjung ke masjid, Leilah mendengar surah Al Fil. Imam membacakan dalam bahasa Inggris dan Arab.<br />
"Lantunan ayat itu terdengar sangat lembut, terutama dalam bahasa Arab. Itu membuat saya merasa damai," kenangnya. Sejak itu, Leilah mengajukan lebih banyak pertanyaan pada ayahnya tentang Islam. Ayah Leilah menjawab dan menjelaskan satu persatu setiap pertanyaan yang diajukan. Leilah bahkan<br />
ditunjukkan Alquran. Leilah merasa kata-kata di dalam Alquran begitu indah. Tidak ada lagi yang bisa dibandingkan dengan itu.<br />
<br />
Ayahnya kemudian menjelaskan tentang Islam, mengajak dia menunaikan salat, dan ikut merayakan Lebaran. Leilah kemudian berusaha mempraktikkan ajaran Islam, tetapi ia masih membutuhkan kemantapan untuk mengucapkan<br />
syahadat. Suatu hari, hatinya merasa tak sabar untuk menjadi seorang Muslimah. Bersama ayah dan adik laki-lakinya, Leilah pergi ke masjid dan mengucapkan syahadat. Adik Leilah juga masuk Islam pada waktu yang sama.<br />
<br />
Setelah satu setengah tahun menjadi Muslimah, Leilah dan keluarganya pindah ke Gold Coast, Queensland. Di sana kondisinya lebih kondusif karena kota itu memiliki lebih banyak populasi Muslim.<br />
(Sumber: OnIslam.net)<br />
<br />
m.dream.co.id/news/peluk-islam-karena-heran-lihat-kebiasaan-muslim-salat-jumat-150724m.htmlIlmuhukumuskhttp://www.blogger.com/profile/05625406171782532634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8600360782646030344.post-19787801813020478252013-06-28T16:01:00.001+07:002014-06-11T04:32:25.750+07:00Sejarah Hak-hak Atas Tanah<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj00H-PBV3HXd5ikHBLZ6eRJWBL7Vck5QCSM5inKvpJqT4HUEcawddvikSe5XIBjKV3-nedC33q6WNwqq9q_rF6YZhfdzM993mI90x2LH3vgzNH0IJYQD9DxO9fSL2HbaCXrHSNc2sW0VM/s1600/Hukum+Indonesia.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj00H-PBV3HXd5ikHBLZ6eRJWBL7Vck5QCSM5inKvpJqT4HUEcawddvikSe5XIBjKV3-nedC33q6WNwqq9q_rF6YZhfdzM993mI90x2LH3vgzNH0IJYQD9DxO9fSL2HbaCXrHSNc2sW0VM/s1600/Hukum+Indonesia.jpg" height="206" width="320" /></a><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tujuan yang dikandung oleh hukum tidak terlepas dari siapa
yang membuat hukum tersebut. Jika sebelum Bangsa Indonesia merdeka, sebagian
besar Hukum agraria dibuat oleh penjajah terutama masa penjajahan Belanda, maka
jelas tujuan dibuatnya adalah semata-mata untuk kepentingan dan keuntungan
penjajah. Hukum agraria yang berlaku sebelum diundangkannya Undang-Undang Pokok
Agraria (UUPA) adalah hukum agraria yang sebagian besar tersusun berdasarkan
tujuan dan keinginan sendiri-sendiri dari pemerintah jajahan dan sebagian
dipengaruhi olehnya. Sehingga ketentuan Hukum agraria yang ada dan berlaku di
Indonesia sebelum UUPA dihasilkan oleh bangsa sendiri masih bersifat Hukum
Agraria Kolonial yang sangat merugikan bagi kepentingan bangsa Indonesia.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalam perjalanan sejarah pemerintah Hindia Belanda di
Indonesia terdapat dualisme hukum yang menyangkut Hukum Agraria Barat, dan
dipihak lain berlaku Hukum Agraria Adat. Akhirnya sistem tanam paksa yang
merupakan pelaksanaan politik kolonial konservatif dihapuskan dan dimulailah
sistem liberal. Politik liberal adalah kebalikannya dari politik konservatif
dihapuskan dan dimulailah sistem liberal. Prinsip politik liberal adalah tidak
adanya campur tangan pemerintah dibidang usaha, swasta diberikan hak untuk
mengembangkan usaha dan modalnya di Indonesia. Hal ini disebabkan karena
semakin tajamnya kritik yang dialamatkan kepada Pemerintah Belanda karena
kebijakan politik agrarianya mendorong dikeluarkannya kebijakan kedua yang
disebut Agrarisch Wet(dimuat dalam Staatblad 1870 Nomor 55).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Terkait dengan sejarah hak-hak atas tanah berdasarkan
hal-hal diatas, maka hak-hak atas tanah dapat dibedakan dalam 2 masa, yaitu
masa kolonial (sebelum kemerdekaan) dan setelah kemerdekaan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>A. Masa Kolonial (sebelum kemerdekaan)</b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hak-hak atas tanah yang ada pada masa kolonial ini, tentunya
tunduk pada Hukum Agraria Barat yang diatur dalam KUH Perdata, diantara hak-hak
yang diatur tersebut antara lain:</span></div>
<blockquote class="tr_bq" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><b>a. Hak Eigendom (hak
milik);</b> </i></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pasal 570 KUH Perdata menyebutkan; Eigendom adalah
hak untuk dengan bebas mempergunakan suatu benda sepenuh-penuhnya dan untuk
menguasai seluas-luasnya, asal saja tidak bertentangan dengan undang-undang
atau peraturan-peraturan umum yang ditetapkan oleh instansi (kekuasaan) yang
berhak menetapkannya, serta tidak menganggu hak hak orang lain; semua itu
kecuali pencabutan eigendom untuk ke pentingan umum dengan pembayaran
yang layak menurut peraturan-peraturan umum.</span></blockquote>
<blockquote class="tr_bq" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><b>b. Hak Erfpacht (hak
usaha);</b> </i></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hak erpacht adalah hak benda yang paling luas yang dapat
dibebankan atas benda orang lain. Pada pasal 720 KUH Perdata disebutkan, bahwa
suatu hak kebendaan untuk menikmati sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tak
bergerak milik orang lain dengan kewajiban memberi upeti tahunan. Disebutkan
didalamnya pula bahwa pemegang erfpacht mempunyai hak untuk mengusahakan
dan merasakan hasil benda itu dengan penuh. Hak ini bersifat turun temurun,
banyak diminta untuk keperlua pertanian. Di Jawa dan Madura Hal erfpacht diberikan
untuk pertanian besar, tempat tempat kediaman di pedalaman, perkebunan dan
pertanian kecil. Sedang di daerah luar Jawa hanya untuk pertanian besar,
perkebunan dan pertanian kecil.</span></blockquote>
<blockquote class="tr_bq" style="text-align: justify;">
<i><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>c. </b></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Hak Opstal (hak
numpang karang);</b> </span></i><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hak Opstal adalah hak untuk mempunyai rumah,
bangunan atau tanam-tanaman di atas tanah orang lain. Menurut Pasal 711 KUH
Perdata disebutkan bahwa hak kebendaan untuk mempunyai gedung-gedung, bangunan-bangunan
dan penanaman diatas pekarangan orang lain.</span></blockquote>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>B. Masa Setelah Kemerdekaan</b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b></b></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i>1. Sebelum UUPA</i> </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hukum agraria sebelum adanya UUPA mempunyai sifat dualisme hukum, dikarenakan berlakunya peraturan-peraturan dari hukum adat, disamping peraturan-peraturan dari dan yang didasarkan atas hukum Barat. Hal mana selain menimbulkan pelbagai masalah antar golongan yang serba sulit, juga tidak sesuai dengan cita-cita persatuan bangsa. Hal ini pun terjadi dalam sejarah pemberlakuan hak-hak atas tanah di Indonesia. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">
</span>
<br />
<div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sifat dualisme Hukum Agraria kolonial ini meliputi bidang-bidang sebagai berikut:</span></div>
<blockquote class="tr_bq" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><b>a) Hukumnya;</b> </i></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pada saat yang sama berlaku macam-macam Hukum Agraria, yang meliputi:(a) </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -18pt;">Hukum Agraria Barat yang diatur dalam Bugerlijk Wetboek, Agrarische Wet, dan Agrarische Besluit; (b) </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -18pt;">Hukum Agraria Adat yang diatur dalam Hukum Adat daerah masing-masing; (c) </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -18pt;">Hukum Agraria Swapraja yang berlaku didaerah-daerah Swapraja (seperti: Yogyakarta, Surakarta, dan Aceh); dan (d) </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -18pt;">Hukum Agraria Antar-Golongan (Agrarische Interdentielrecht) yaitu hukum yang digunakan untuk menyelesaikan hubungan-hubungan hukum dalam bidang pertanahan antar orang-orang pribumi dengan orang-orang bukan pribumi</span></blockquote>
<blockquote class="tr_bq" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-style: italic; font-weight: bold;">b) </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -18pt;"><i style="font-weight: bold;">Hak Atas Tanah; </i>meliputi: (a) </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -18pt;">Hak-hak atas tanah yang tunduk pada Hukum
Agraria Barat yang diatur dalam KUHPerdata, misalnya hak eigendom, hak
erfpacht, hak postal, Recht van gebruik (hak pakai), bruikleen (hak pinjam
pakai); (b) </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -18pt;">Hak-hak atas tanah yang tunduk pada Hukum
Agraria Adat daerah masing-masing yang disebut tanah-tanah hak adat, misalnya
tanah yayasan, tanah kas desa, tanah gogolan, tanah pangonan (penggembalaan),
tanah kuburan; (c) </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -18pt;">Hak-hak atas tanah yang merupakan ciptaan
Pemerintah Hindia Belanda, misalnya hak agrarische (tanah milik adat yang
ditundukkan diripada Hukum Agraria Barat), landerijen bezitrecht (tanah yang
subjek hukumnya terbatas pada orang-orang dari golongan Timur Asing/ Tionghoa); (d) </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -18pt;">Hak-hak atas tanah yang merupakan ciptaan
Pemerintah Swapraja, misalnya grant sultan (semacam hak milik adat yang
diberikan oleh Pemerintah Swapraja khusus bagi para kaula swapraja, didaftar di
kantor Pejabat Swapraja)</span></blockquote>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i>2. Setelah UUPA</i> </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah lahirnya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria sebagai dasar
bagi Hukum Agraria di Indonesia, maka problema dualisme pun teratasi. Alhasil,
Negara Indonesia dapat berupaya semakin maksimal, guna mencapai apa yang menjadi
tujuan Negara bagi kemakmuran Rakyat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hak-hak atas tanah diatur dalam UUPA pasal 2, pasal 4, pasal
16, pasal 20-46, pasal 50, pasal 53, pasal 55, dan ketentuan-ketentuan tentang
konversi. Sehingga lahirlah kodifikasi hak-hak atas tanah yang lebih baik. </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah adanya UUPA, hak-hak atas tanah di Indonesia pun
mutlak menjadi milik Negara Indonesia. Dalam UUPA hak tanah mempunyai hierarki atau tingkatan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;">Sumber:</span><br />
<span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;"><i>Muchsin, Hukum Agraria Indonesia dalam
Perspektif Sejarah, (Bandung Refika Aditama, 2007)</i></span></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
</div>
Ilmuhukumuskhttp://www.blogger.com/profile/05625406171782532634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8600360782646030344.post-62089886818119555142013-06-27T22:16:00.000+07:002014-06-11T04:36:42.520+07:00Teori Pemidanaan<div class="MsoNormal">
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="line-height: 115%;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNHaA6pXviZeBDDm06K1O8B_zJEjLSjgooHwvkMh7IlAeFzoGftoBJXEegwen5Qgr1Hb16HzqIpbBqlTkSxORTiMafrjx-Jkf3K-ke7T9DywQTEsaQQlhGb8euEWvghs038aFTqM_YhdA/s1600/y92QN2cwY8.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNHaA6pXviZeBDDm06K1O8B_zJEjLSjgooHwvkMh7IlAeFzoGftoBJXEegwen5Qgr1Hb16HzqIpbBqlTkSxORTiMafrjx-Jkf3K-ke7T9DywQTEsaQQlhGb8euEWvghs038aFTqM_YhdA/s1600/y92QN2cwY8.jpg" /></a></span></b></span></div>
<br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b><span style="line-height: 115%;">1. Teori Absolut </span><span style="line-height: 115%;">(vergeldings theorien)</span></b></span></div>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; line-height: 115%;"><i>Teori Absolut atau Teori pembalasan
mengatakan bahwa pidana tidaklah bertujuan untuk yang praktis, seperti
memperbaiki penjahat. Kejahatan itu sendirilah yang mengandung unsur-unsur
untuk dijatuhkannya pidana. Pidana secara mutlak ada, karena dilakukan suatu
kejahatan. Tidaklah perlu untuk memikirkan manfaat menjatuhkan pidana itu.
Setiap kejahatan harus berakibatkan dijatuhkan pidana kepada pelanggar. Oleh
karena itulah maka teori ini disebut teori absolut. Pidana merupakan tuntutan
mutlak, bukan hanya sesuatu yang perlu dijatuhkan tetapi menjadi keharusan. Hakikat
suatu pidana ialah pembalasan</i> (Andi Hamzah, 2005 : 31).</span></blockquote>
<div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>2. Teori Relatif (doeltheorien)</b></span></span></div>
<blockquote class="tr_bq">
<i><span style="font-family: Verdana, sans-serif; line-height: 115%;">Teori Relatif atau Teori Tujuan mengatakan
</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; line-height: 115%;"> </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; line-height: 115%;">suatu kejahatan tidak mutlak harus diikuti
dengan suatu pidana. Untuk itu, tidaklah cukup adanya suatu kejahatan, tetapi
harus dipersoalkan perlu dan manfaatnya suatu pidana bagi masyarakat atau bagi
si penjahat sendiri. Tidaklah saja dilihat pada masa lampau, tetapi juga pada
masa depan.</span></i></blockquote>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i>Dengan demikian, harus ada tujuan lebih
jauh daripada hanya menjatuhkan pidana saja. Dengan demikian, teori ini juga
dinamakan teori tujuan. Tujuan ini pertama-tama harus diarahkan kepda upaya
agar dikemudian hari kejahatan yang dilakukan itu tidak terulang lagi
(prevensi).</i></span></span></blockquote>
<div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Teori relatif ini melihat bahwa
penjatuhan pidana bertujuan untuk memperbaiki si penjahat agar menjadi orang
yang baik dan tidak akan melakukan kejahatan lagi. Menurut Zevenbergen (Wirjono
Projdodikoro, 2003 : 26) terdapat tiga macam memperbaiki si penjahat, yaitu
perbaikan yuridis, perbaikan intelektual, dan perbaikan moral.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i>Perbaikan yuridis</i> mengenai sikap si
penjahat dalam hal menaati undang-undang. <i>Perbaikan intelektual</i> mengenai cara
berfikir si penjahat agar ia insyaf akan jeleknya kejahatan. Sedangkan
<i>perbaikan moral</i> mengenai rasa kesusilaan si penjahat agar ia menjadi orang yang
bermoral tinggi.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>3. Teori Gabungan (verenigingstheorien)</b></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; line-height: 115%;">Disamping teori absolut dan teori
relatif tentang hukum pidana, muncul teori ketiga yang di satu pihak mengakui
adanya unsur pembalasan dalam hukum pidana. Akan tetapi di pihak lain, mengakui
pula unsur prevensi dan unsur memperbaiki penjahat yang melekat pada tiap
pidana. Teori ketiga ini muncul karena terdapat kelemahan dalam teori absolut
dan teori relatif, kelemahan kedua teori tersebut antara lain (Hermien Hadiati
Koeswadji, 1995 : 11-12):</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; line-height: 115%;">1. Kelemahan teori absolut</span></div>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; line-height: 115%;">Dapat menimbulkan ketidakadilan.
Misalnya pada pembunuhan tidak semua pelaku pembunuhan dijatuhi pidana mati,
melainkan harus dipertimbangkan berdasarkan alat-alat bukti yang ada. </span></blockquote>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; line-height: 115%;">Apabila yang menjadi dasar teori ini
adalah untuk pembalasan, maka mengapa hanya Negara saja yang memberikan pidana?</span></blockquote>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"> 2. </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; line-height: 115%;">Kelemahan teori tujuan</span><br />
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; line-height: 115%;">Dapat menimbulkan ketidakadilan pula.
Misalnya untuk mencegah kejahatan itu dengan jalan menakut-nakuti, maka mungkin
pelaku kejahatan yang ringan dijatuhi pidana yang berat sekadar untuk
menakut-nakuti saja, sehingga menjadi tidak seimbang. Hal mana
bertentangan dengan keadilan.</span> </blockquote>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; line-height: 115%;">Kepuasan masyarakat diabaikan.
Misalnya jika tujuan itu semata-mata untuk memperbaiki sipenjahat, masyarakat
yang membutuhkan kepuasan dengan demikian diabaikan.</span> </blockquote>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; line-height: 115%;">Sulit untuk dilaksanakan dalam
peraktek. Bahwa tujuan mencegah kejahatan dengan jalan menakut-nakuti itu dalam
praktek sulit dilaksanakan. Misalnya terhadap residive.</span></blockquote>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; line-height: 115%;">Dengan munculnya teori gabungan ini,
maka terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ahli (hukum pidana), ada yang
menitik beratkan pembalasan, ada pula yang ingin unsur pembalasan dan prevensi
seimbang.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="line-height: 115%;"><br /></span></i></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="line-height: 115%;">Teori gabungan yang pertama</span></i><span style="line-height: 115%;">,
yaitu menitik beratkan unsur pembalasan dianut oleh Pompe (Andi Hamzah, 2005 :
36). Pompe menyatakan :<o:p></o:p></span></span></div>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i>Orang tidak menutup mata pada
pembalasan. Memang, pidana dapat dibedakan dengan sanksi-sanksi lain, tetapi
tetap ada ciri-cirinya. Tetap tidak dapat dikecilkan artinya bahwa pidana
adalah suatu sanksi, dan dengan demikian terikat dengan tujuan sanksi-sanksi
itu. Dan karena hanya akan diterapkan jika menguntungkan pemenuhan
kaidah-kaidah dan berguna bagi kepentingan umum.</i></span></span></blockquote>
<div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Van Bemmelan pun menganut teori
gabungan (Andi Hamzah, 2005 : 36), ia menyatakan :<o:p></o:p></span></span></div>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i>Pidana bertujuan membalas kesalahan
dan mengamankan masyarakat. Tindakan bermaksud mengamankan dan memelihara
tujuan. Jadi pidana dan tindakan, keduanya bertujuan mempersiapkan untuk
mengembalikan terpidana kedalam kehidupan masyarakat.</i></span></span></blockquote>
<div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Grotius mengembangkan teori gabungan
yang menitik beratkan keadilan mutlak yang diwujudkan dalam pembalasan, tetapi
yang berguna bagi masyarkat. Dasar tiap-tiap pidana ialah penderitaan yang
berat sesuai dengan beratnya perbuatan yang dilakukan oleh terpidana. Tetapi
sampai batas mana beratnya pidana dan beratnya perbuatan yang dilakukan oleh
terpidana dapat diukur, ditentukan oleh apa yang berguna bagi masyarakat.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Teori yang dikemukakan oleh Grotius
tersebut dilanjutkan oleh Rossi dan kemudian Zenvenbergen, yang mengatakan
bahwa makna tiap-tiap pidana ialah pembalasan tetapi maksud tiap-tiap pidana
melindungi tata hukum. Pidana mengembalikan hormat terhadap hukum dan
pemerintahan (Andi Hamzah, 2005 : 37).<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="line-height: 115%;">Teori gabungan yang kedua,</span></i><span style="line-height: 115%;"> yaitu menitik beratkan pertahanan tata tertib
masyarakat. Teori ini tidak boleh lebih berat daripada yang ditimbulkannya dan
gunanya juga tidak boleh lebih besar dari pada yang seharusnya.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="line-height: 115%;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pidana bersifat pembalasan karena ia
hanya dijatuhkan terhadap delik-delik, yaitu perbuatan yang dilakukan secara
sukarela, pembalasan adalah sifat suatu pidana tetapi bukan tujuan. Tujuan
pidana ialah melindungi kesejahtraan masyarakat.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Menurut Vos (Andi Hamzah, 2005 : 37) <i>"Pidana berfungsi sebagai prevensi umum, bukan yang khusus kepada terpidana,
karena kalau ia sudah pernah masuk penjara ia tidak terlalu takut lagi, karena
sudah berpengalaman."</i><o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="line-height: 115%;"><br /></span></i></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span style="line-height: 115%;">Teori gabungan yang ketiga</span></i><span style="line-height: 115%;">, yaitu yang memandang pembalasan dan
pertahanan tata tertib masyarakat. Menurut E. Utrecht teori ini kurang dibahas
oleh para sarjana (Andi Hamzah, 2005 : 37).<o:p></o:p></span></span></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<o:p><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sumber:</span></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<a href="http://raypratama.blogspot.com/2012/02/pengertian-jenis-jenis-dan-tujuan.html"><i><span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;">http://raypratama.blogspot.com/2012/02/pengertian-jenis-jenis-dan-tujuan.html</span></i></a><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><o:p></o:p></span></div>
Ilmuhukumuskhttp://www.blogger.com/profile/05625406171782532634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8600360782646030344.post-41400846209487051672013-06-27T21:25:00.000+07:002014-06-11T04:40:09.157+07:00Pengertian Pemidanaan<div class="MsoNormal">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqNPT1tOYiF6j3_k29NvwCi1HX-jlr8UeDW8-bj_nGYfzAEJ40XYoBXaLUVpoRtJFC1FDGMUht51-CNF4f72B5mhMY2sx2VrSfH07HZ2YmKVzGT4qplMYgIdpPz65nLXaNDFofWiFxspw/s1600/hukum.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqNPT1tOYiF6j3_k29NvwCi1HX-jlr8UeDW8-bj_nGYfzAEJ40XYoBXaLUVpoRtJFC1FDGMUht51-CNF4f72B5mhMY2sx2VrSfH07HZ2YmKVzGT4qplMYgIdpPz65nLXaNDFofWiFxspw/s1600/hukum.jpg" height="317" width="320" /></a></div>
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pemidanaan bisa diartikan sebagai
tahap penetapan sanksi dan juga tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana. Kata <i>"pidana"</i><span style="font-size: small;"> pada umumnya diartikan sebagai hukum, sedangkan </span><i>"pemidanaan"</i><span style="font-size: small;"> diartikan
sebagai penghukuman. Doktrin membedakan hukum pidana materiil dan hukum pidana
formil. </span></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>1. J.M. Van Bemmelen</b></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 18px;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="line-height: 18px;">J.M. Van Bemmelen </span><span style="line-height: 115%;">menjelaskan kedua hal
tersebut sebagai berikut:</span></span></div>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="line-height: 115%;"><i>Hukum pidana materiil terdiri atas
tindak pidana yang disebut berturut-turut, peraturan umum yang dapat diterapkan
terhadap perbuatan itu, dan pidana yang diancamkan terhadap perbuatan itu.
Hukum pidana formil mengatur cara bagaimana acara pidana seharusnya dilakukan
dan menentukan tata tertib yang harus diperhatikan pada kesempatan itu.</i><o:p></o:p></span><span style="line-height: 18px;">(Leden Marpaung, 2005 : 2)</span></span></blockquote>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>2. P.A.F. Lamintang</b></span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">P.A.F. Lamintang memberikan pengertian sebagai berikut: </span><br />
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i>Tindak Pidana Materiil adalah tindak pidana yang dianggap
telah selesai dengan ditimbulkannya akibat yang dilarang dan diancam dengan
hukuman oleh undang-undang. Tindak Pidana Formil adalah tindak pidana yang dianggap
telah selesai dengan hukuman oleh undang-undang. </i>(P.A.F. Lamintang, 1997)</span> </blockquote>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>3. Sudarto</b></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sudarto </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">memberikan
pengertian dari tindak pidana materiil dan tindak pidana formil, yaitu sebagai
berikut:</span></div>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i>Tindak Pidana materiil adalah tindak pidana yang
perumusannya dititik beratkan pada akibat yang tidak dikehendaki (dilarang). Tindak pidana ini baru dianggap selesai apabila akibat yang tidak dikehendaki
(dilarang) tersebut benar-benar terjadi. T</i></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i>indak Pidana Formil adalah merupakan tindak pidana yang
perumusannya dititik beratkan pada perbuatan yang dilarang. tindak pidana
tersebut telah selesai dengan dilakukannya perbuatan yang dirumuskan dalam
rumusan tindak pidana tersebut (tanpa Melihat akibatnya)</i>.</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"> (Sudarto, 1989)</span></blockquote>
<div class="MsoNormal">
<b style="font-family: Verdana, sans-serif; line-height: 115%;">4. Tirtamidjaja</b></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="line-height: 18px;">Tirtamidjaja</span><span style="line-height: 115%;"> menjelaskan hukum pidana materiil dan hukum pidana formil sebagai berikut:</span></span></div>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="line-height: 115%;"><i><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hukum pidana
materiil adalah kumpulan aturan hukum yang menentukan pelanggaran pidana,
menetapkan syarat-syarat bagi pelanggar pidana untuk dapat dihukum, menunjukkan
orang dapat dihukum dan dapat menetapkan hukuman ataas pelanggaran pidana. </span></i></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-style: italic; line-height: 115%;">Hukum pidana
formil adalah kumpulan aturan hukum yang mengatur cara mempertahankan hukum
pidana materiil terhadap pelanggaran yang dilakukan orang-orang tertentu, atau
dengan kata lain mengatur cara bagaimana hukum pidana materiil diwujudkan
sehingga memperoleh keputusan hakim serta mengatur cara melaksanakan putusan
hakim. </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif; line-height: 18px;">(Leden Marpaung, 2005 : 2)</span></blockquote>
<br />
<div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa hukum pidana materiil berisi larangan atau perintah jika tidak terpenuhi
diancam sanksi, sedangkan hukum pidana formil adalah aturan hukum yang mengatur
cara menjalankan dan melaksanakan hukum pidana materiil.</span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pemidanaan sebagai suatu tindakan
terhadap seorang penjahat, dapat dibenarkan secara normal bukan terutama karena
pemidanaan itu mengandung konsekuensi-konsekuensi positif bagi si terpidana,
korban juga orang lain dalam masyarakat. Karena itu teori ini disebut juga
teori konsekuensialisme. Pidana dijatuhkan bukan karena telah berbuat jahat
tetapi agar pelaku kejahatan tidak lagi berbuat jahat dan orang lain takut
melakukan kejahatan serupa.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sumber: </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="color: black; font-family: Courier New, Courier, monospace;"><i><a href="http://raypratama.blogspot.com/2012/02/pengertian-jenis-jenis-dan-tujuan.html">http://raypratama.blogspot.com/2012/02/pengertian-jenis-jenis-dan-tujuan.html</a></i></span></div>
<div class="MsoNormal">
<a href="http://muhammadnurulhuda15.blogspot.com/2011/07/tindak-pidana-materiil-dan-tindak.html"><span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;"><i>http://muhammadnurulhuda15.blogspot.com/2011/07/tindak-pidana-materiil-dan-tindak.html</i></span></a></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><o:p></o:p></span></span></div>
<br />
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span>
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span>
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span>
<span style="line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span>
<span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span>Ilmuhukumuskhttp://www.blogger.com/profile/05625406171782532634noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8600360782646030344.post-32595818764126033492013-05-11T13:14:00.000+07:002014-06-11T04:42:42.086+07:00Mazhab Sejarah <div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCBDlCM8lQh13PM0-A-F357NOhUp5oTKBFlCuf45mR8HVxHWPaa3EMYQ64lwYvFnCr2MS_Nuq9DtB6SyExRi4HRvhQm63DMmY9yhce6C1s2Mf7EpzAXXAkvSXRseHMTMT15fzZLoBOM-o/s1600/pengertian-hukum.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCBDlCM8lQh13PM0-A-F357NOhUp5oTKBFlCuf45mR8HVxHWPaa3EMYQ64lwYvFnCr2MS_Nuq9DtB6SyExRi4HRvhQm63DMmY9yhce6C1s2Mf7EpzAXXAkvSXRseHMTMT15fzZLoBOM-o/s1600/pengertian-hukum.jpg" height="240" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mazahab Sejarah dipelopori oleh Von Savigni. Mazhab ini sering juga disebut dengan <i>historischrechtsshule</i>. Mazahab ini sebagai reaksi terhadap hukum alam (hukum kodrat) yang berpandangan bahwa hukum kodrat itu bersifat rasionalistis dan berlaku bagi segala bangsa, tidak terikat tempat dan waktu. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mazhab sejarah berpendapat bahwa tiap-tiap hukum itu ditentukan secara historis, selalu berubah menurut waktu dan tempat. Mazahab sejarah timbul sebagai reaksi terhadap semangat revolusi dan ekspansi Prancis. <br />Mazhab sejarah menitikberatkan pandangannya pada jiwa bangsa – <i>volksgeist</i>. <br /><br />Bangsa di dunia ini beramacam-macam adanya, oleh karenanya jiwa dan kepribadiannya bermacam-macam pula. Jiwa bangsa menjelma dalam bahasa, adat kebiasaan, susunan kenegaraan dan hukum bangsa itu. Sebagaimana halnya bahasa, hukum tumbuh melalui suatu proses yang perlahan-lahan. <br /><br />Hukum hidup dalam kesadaran bangsa, maka hukum berpangkal dalam kesadaran bangsa. Hukum bersumber pada perasaan keadilan yang naluriah yang dimiliki setiap bangsa. Namun tidak berarti bahwa jiwa setiap warga negara bangsa itu menghasilkan hukum, karena yang dapat berwujud hukum itu jiwa bangsa yang sama-sama hidup dan berada dalam setiap individu dan menghasilkan hukum positif. <br /><br />Timbulnya hukum positif tidak terjadi oleh akal mansia yang secara sadar memang menghendakinya, tetapi hukum positif itu tumbuh dan berkembang di dalam kesadaran bangsa secara organik. Jadi tumbuh dan berkembangnya hukum itu bersama-sama dengan tumbuh dan berkembangnya suatu bangsa.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tulisan ini saya ambil dari bahan ajar:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<i style="text-indent: -18pt;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Prof. DR. Faisal A.Rani,S.H.,M.H.</span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<i style="text-indent: -18pt;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dosen Fakultas Hukum, Universitas Syiah Kuala.</span></i></div>
</div>
Ilmuhukumuskhttp://www.blogger.com/profile/05625406171782532634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8600360782646030344.post-51908246853338133452013-05-11T12:07:00.000+07:002014-06-11T05:56:12.994+07:00Sosiologi Hukum<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Oleh: Prof. DR. Faisal A. Rani,S.H., M.H.</span></b><br />
<div class="MsoNormal">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgFCHpURIwct7Gu9R-vQpVfKSqKL8WUXDMzRYJoFihZ8QLGPGimD5bw5EWT-xDeec3C_iZyM8YZeK-A42HPWIiBet4pPFia8JwQgKYuc9XGYVEXydmSlDCljJ3exejtyez69gao0tMRBQ/s1600/Menilik+Unsur-unsur+Hukum+Islam.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgFCHpURIwct7Gu9R-vQpVfKSqKL8WUXDMzRYJoFihZ8QLGPGimD5bw5EWT-xDeec3C_iZyM8YZeK-A42HPWIiBet4pPFia8JwQgKYuc9XGYVEXydmSlDCljJ3exejtyez69gao0tMRBQ/s1600/Menilik+Unsur-unsur+Hukum+Islam.jpg" /></a><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sosiologi hukum adalah cabang ilmu pengetahuan yang secara
analitis dan empiris mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan
gejala-gejala sosial lainnya. Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa objek telaah
sosiologi hukum adalah hukum dari sisi tampak kenyataannya, yakni hukum
sebagaimana dijalankan sehari-hari oleh
orang dalam kenyataan.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Maksudnya, yang dipelajari dalam disiplin ilmiah ini adalah
kenyataan hukum dalam arti kenyataan kemasyarakatan berkenaan dengan adanya
aturan hukum yang mencakup hubungan saling mempengaruhi secara timbal balik antara hukum dan proses kemasyarakatan.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Jadi, di satu satu pihak mempelajari semua akibat, yang
dimaksudkan maupun yang tidak dimaksudkan, yang diinginkan maupun yang tidak, yang
ditimbulkan oleh kaedah hukum dalam kenyataan kemasyarakatan. Di lain pihak,
semua akibat proses kemasyarakatan yang mendukung maupun melemahkan atau
membelokkan proses pembentukan dan penerapan hukum.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dengan demikian sosiologi hukum dapat didefinisikan sebagai
ilmu yang berdasarkan analisis teoretis dan penelitian empiris berusaha
menetapkan dan menjelaskan pengaruh proses kemasyarakatan dan perilaku orang
terhadap pembentukan, penerapan, yurisprudensi dan dampak kemasyarakatan antara
hukum, dan sebaliknya pengaruh aturan hukum terhadap proses kemasyarakatan dan
perilaku orang.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Satjipto Rahardjo, C.J.M. Schuit, P. Vinke dan sosiolog
lainnya pada umumnya mengemukakan bahwa penelitian hukum secara sosiologis
tentang sistem hukum, tentang lembaga hukum dan organisasi dengan jabatan yang
ada di dalamnya, tentang yustiabel, tentang asas hukum, dan
pengertian-pengertian fundamental dalam hukum.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Satjipto Rahardjo mengungkapkan 3 karakteristik sosiologi
hukum:</span></div>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="text-indent: -18pt;"><i>Pertama,</i> bertujuan memberikan penjelasan terhadap
praktek hukum dengan menjelaskan mengapa praktek hukum itu demikian, apa
sebabnya, apa faktor yang mempengaruhi, apa latar belakangnya, dan sebagainya. </span>Dengan mengikuti Max Weber, penjelasan tentang
perilaku orang berkenaan dengan berlakunya aturan hukum itu mencakup baik segi
eksternalnya maupun segi internalnya (motif perilaku).</span></blockquote>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -18pt;"><i>Kedua,</i> sosiologi hukum selalu menguji kesahihan
empiris aturan atau kenyataan hukum.</span></blockquote>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -18pt;"><i>Ketiga,</i> sosiologi hukum tidak melakukan
penilaian terhadap hukum, melainkan hanya memberi penjelasan apa adanya dalam
kenyataan, dan demikian mendekati hukum dari segi objektivitas semata.</span></blockquote>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bruggink mengemukakan adanya dua jenis (aliran, <i>“stroming”</i>) dalam sosiologi hukum,
yakni:</span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<blockquote class="tr_bq">
<ol>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="text-indent: -18pt;">Sosiologi hukum empiris (</span><i style="text-indent: -18pt;">erklaerende soziologie</i><span style="text-indent: -18pt;">); </span></span></li>
</ol>
</blockquote>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dengan bertolak dari titik berdiri eksternal dan mengacu kepada teori kebenaran korespondensi, mengkompilasi dan menata material objek-telaahnya (perilaku orang dan kelompok orang) untuk kemudian dengan metode kuantitatif menarik dari dalamnya kesimpulan2 tentang hubungan antara kaidah atau aturan hukum dengan hubungan kemasyarakatan.</span></blockquote>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Metode yang digunakan mendekati metode yang digunakan dalam ilmu alam. Tujuannya untuk menghasilkan produk penelitian semurni atau seobjektif mungkin, sehingga mampu menciptakan gambaran (deskriptif) setepat mungkin tentang kenyataan kemasyarakatan yang di dalamnya berfungsi aturan hukum positif. Produknya sedapat mungkin dituangkan ke dalam proposisi informatif yang terbuka untuk diverifikasi empiris. Penuangan ke dalam proposisi normatif atau evaluatif dihindari, karena dipandang non-kognitif dan tidak dapat diverifikasi secara empiris sehingga tidak dapat digunkan dalam suatu teori empiris. Para sosiolog hukum empiris pada umumnya termasuk dalam aliran positivisme (aliran filsafat pengetahuan). </span></blockquote>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"> 2. <span style="text-indent: -18pt;">Sosiologi hukum kontemplatif (</span><i style="text-indent: -18pt;">verstehende soziologie</i><span style="text-indent: -18pt;">).</span></span></blockquote>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle">
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dianut pendirian bahwa untuk dapat
mengatakan sesuatu secara bermakna tentang masyarakat dan kaidah-kaidah hukum yang
berperan penting di dalamnya, maka orang harus menjadi bagian dari masyarakat
itu dan akrab dengan kaidah hukum yang berfungsi di dalamnya. Ini berarti bahwa penelitian sosiologis tentang
hukum harus bertolak dari titik berdiri internal, yakni dari sudut perspektif
partisipan pada masyarakat dan kehidupan hukumnya yang menjadi objek telaah.</span></blockquote>
</div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast">
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Jenis sosiologi ini mengacu kepada teori
kebenaran pragmatik. Produk penelitiannya dituangkan ke dalam proposisi baik
informatif maupun normatif dan evaluatif. Kesahihan ilmiah kegiatan penelitian
dan produknya dikaji melalui diskursus intersubjektif.</span></blockquote>
</div>
Ilmuhukumuskhttp://www.blogger.com/profile/05625406171782532634noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8600360782646030344.post-39530922586557359712013-05-11T11:51:00.002+07:002014-06-11T05:58:34.099+07:00Mazhab Sosiologis<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXxprw1fKMbi1xCfha95wA5xbOwSCk1Hj6mY3rpSQob5LFPWepqKiK4WxEhJP9T7AsDytg7NYike2Wz9hSu3zvcvVEFP9VO7-ucHEHd_nVSjmYtBRaQykKxxZA0D-3qsXKNS6n3nk4KaA/s1600/law.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXxprw1fKMbi1xCfha95wA5xbOwSCk1Hj6mY3rpSQob5LFPWepqKiK4WxEhJP9T7AsDytg7NYike2Wz9hSu3zvcvVEFP9VO7-ucHEHd_nVSjmYtBRaQykKxxZA0D-3qsXKNS6n3nk4KaA/s1600/law.jpg" height="320" width="297" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mazhab ini dipelopori oleh Eugen Ehrlich, Max Weber,
Hammaker. Hukum itu sebenarnya hasil pertentangan-pertentangan dan hasil
perimbangan antara kekuatan-kekuatan sosial, cita-cita sosial, institusi
sosial, perkembangan ekonomi, dan pertentangan serta pertimbangan
kepentingan-kepentingan golongan atau kelas dalam masyarakat.</span><br />
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ilmu hukum tidak dapat hanya berdasarkan analisa logika saja
terhadap kaedah hukum, melainkan juga harus menggunakan pendekatan secara
sosiologis. Sosiologi adalah ilmu pengtahuan yang menyelediki hubungan
antara gejala masyarakat yang satu dg gejala masyarakat yang lain. Sedangkan
ilmu hukum menurut mazhab sosiologis, adalah memberikan suatu gambaran tentang
tingkah laku manusia dalam masyarakat. Jadi hukum adalah gejala masyarakat.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hukum bukan norma tetapi kebiasaan manusia yang menjelma dalam
perbuatan atau perilakunya di dalam masyarakat. Maka dengan demikian hukum itu
merupakan fakta atau petunjuk yang mencerminkan kehidupan masyarakat. Guna
memahami kehidupan hukum dari suatu masyarakat maka seorang ahli hukum harus
mempelajari perundang-undangan, keputusan pengadilan dan kenyataan sosial.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hukum itu tidak perlu
diciptakan oleh negara, karena hukum sebenarnya tidak merupakan pernyataan-pernyataan
tetapi terdiri dari lembaga-lembaga hukum yang diciptakan oleh kehidupan
golongan dalam masyarakat. Hakim bebas dalam menggali sumber-sumber hukum yang
terdapat dalam masyarakat, yang berwujud kebiasaan-kebiasaan,
perbuatan-perbuatan dan adat. Oleh karenanya mazhab sosiologis disebut juga
mazhab hukum bebas atau <i>freie rechtsschule</i>.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Menurut Eugen Ehrlich, berlakunya hukum tergantung pada
penerimaan masyarakat, dan sebenarnya tiap masyarakat menciptakan sendiri
hukumnya yang hidup. Daya kreativitas masing-masing golongan berbeda dalam
penciptaan hukumnya. Dari kenyataan tersebut, faktor masyarakat sangat penting untuk
mengetahui efektifitas hukum dalam masyarakat.
</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Menurut Leon Duguit, berlakunya hukum itu sebagai suatu
realita bahwa ia diperlukan oleh manusia yang secara bersama hidup dalam
masyarakat. Hukum bukan tergantung pada kehendak penguasa melainkan tergantung
pada kenyataan sosial. Berlakunya hukum berdasarkan solidaritas dari para
anggota masyarakat untuk mentaati hukum. Suatu peraturan adalah hukum apabila mendapat
dukungan dari masyarakat secara efektif.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Menurut Duguit, pembentuk undang-undang tidak menciptakan
hukum, karena pembentuk undang-undang tugasnya hanya mentransformasikan saja
hukum yang sudah ada dan hidup dalam masyarakat menjadi suatu bentuk yang
bersifat teknis yuridis.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tulisan ini saya ambil dari bahan ajar:</span></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Prof. DR. Faisal A.Rani,S.H.,M.H.</span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dosen Fakultas Hukum, Universitas Syiah Kuala.</span></i></div>
Ilmuhukumuskhttp://www.blogger.com/profile/05625406171782532634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8600360782646030344.post-10679859962512417022013-05-11T11:31:00.001+07:002014-06-11T06:01:56.645+07:00Hukum Alam<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjLGs0AtRfKC5vjlt1__rzfluc7LsbGeQ4wuiIlqM66DVS1N2MhdbWkKtCxy2V554EWGt41mH9_XgPMZcII506Lkz3Z3Ob_sdlBxlX4tI6dFsmOPO5nfnsuzxw_zj4hQk_U_CeOmJsfVb4/s1600/sejarah-hukum.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjLGs0AtRfKC5vjlt1__rzfluc7LsbGeQ4wuiIlqM66DVS1N2MhdbWkKtCxy2V554EWGt41mH9_XgPMZcII506Lkz3Z3Ob_sdlBxlX4tI6dFsmOPO5nfnsuzxw_zj4hQk_U_CeOmJsfVb4/s1600/sejarah-hukum.jpg" height="240" width="320" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Keadilan <i>(gerechtigheid,
rechtvaardigheid)</i> menunjuk pada pertimbangan nilai yang sangat subjektif. Terdapat
hubungan dan kerja timbal balik antara yang subjektif dengan yang lain yang
bermacam-macam yang kurang subjektif seperti “sesuai dengan hukum” dan “sesuai dengan
undang-undang”.</span><br />
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Suatu pertimbangan keadilan (menurut N.E. Algra, dkk) berisi
suatu pandangan yang pada dasarnya berwarna pribadi terhadap sesuatu yang
seharusnya menurut hukum. Pertimbangan keadilan, suatu katagori pertimbangan
nilai khusus – “pertimbangan yang seharusnya” – yang tidak hanya meletakkan
suatu claim (tuntutan) terhadap tingkah laku sendiri melainkan juga terhadap
orang lain.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Keadilan adalah persoalan kita semua dan dalam suatu masyarakat
setiap anggota berkewajiban untuk “melayani” itu. Orang tidak boleh bersikap
netral, apabila terjadi sesuatu yang tidak adil.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sekarang kita berada dalam masa sesudah Ausklarung –
Immanuel Kant disifatkan: “Ausklarung adalah pembebasan manusia dari ketidakcakapannya
berbuat, yang disebabkan kesalahannya sendiri” – sebagai “ketidakmampuannya untuk
mempergunakan akalnya tanpa pimpinan orang lain.”</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ausklarung – sesungguhnya berarti bahwa setiap orang pada
dasarnya boleh memilih nilai dan cita-citanya sendiri dan tidak usah lebih lama
menyesuaikan diri dengan pemikiran dan skala nilai yang dipaksakan padanya.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pemikiran hukum dari jaman sebelum Ausklarung terutama di
Eropah Barat sangat dikuasai oleh kepercayaan akan adanya suatu hukum yang
abadi dan tidak berubah, yang berlaku untuk semua jaman dan semua tempat. Karena
pengaruh Ausklarung – maka keyakinan tentng hukum yang universal mulai mundur.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hukum yang universal, dan tidak kenal batas waktu dan tempat
itu, hukum dulu dan sekarang adalah hukum alam – orang melihatnya sebagai hukum
ideal dan sering dibedakan dari hukum yang berlaku, hukum positif. Dengan
demikian maka diciptakan suatu perlawanan: hukum alam (yang sempurna) terhadap
hukum positif</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tentang nama - dalam “alam” orang melihat sesuatu yang asli,
yang tidak disalurkan, yang sebenarnya sebagai lawan dari “positif”, yang
dibuat, yang tidak asli.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Manusia seharusnya berusaha supaya hukum positif sebanyak
mungkin mendekti hukum alam yang ideal. Dalam pandangan ini, hukum alam itu
seyokyanya menjadi pedoman bagi mereka, yang berhak menentukan bagaimana
seharusnya bunyi hukum yang berlaku itu. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mereka seharunya menemukan hukum alam itu, memperlihatkan
peraturan apa yang terkandung di dalamnya, hal mana dianggap mungkin, sebab
hukum alam itu dilihat sebagai hukum yang terletak di suatu tempat dan waktu.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cicero dalam De Republica III – suatu UU yang benar adalah
akal yang murni, yang selaras dengan alam, tersebar dalam semuanya, tetap dan
abadi. Menurutnya hanya ada satu undang-undang yang tak berubah dan berlaku
untuk semua bangsa dan segala zaman, dan hanya ada satu tuan dan peraturan untuk
kita semua, yaitu Tuhan, sebab Ia adalah pembuat undang-undang ini (hukum
alam), dan yang mengumumakaannya serta hakim yang mempertahankannya. Hukum alam
merupakan suatu batu ujian untuk hukum positif.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -18pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<b><i><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="text-indent: -18pt;">1. Rasionalis-</span><span style="text-indent: -18pt;">Thomas Aquino (1226-1274)</span></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -18pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Rasionalisme atau nasionalistis yang menonjol didalam pandangan ini adalah
adanya dugaan bahwa di atas hukum positif
terdapat hukum yang lebih tinggi lagi, yang dengan bantuan akal (rasio) dapat
diselidiki dan yang harus dapat menjadi pedoman bagi “pembentuk hukum” dan sebagai
suatu batu ujian bagi hukum yang berlaku.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hukum yang lebih tinggi itu – janganlah kita berfikir pada
peraturan yang tersedia yang langsung dapat diterapkan, hal ini lebih banyak
merupakan asas hukum dari pada aturan hukum. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Contoh dari prinsip yang ditimbulkan dari hukum alam adalah:
</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-left: 54.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l4 level1 lfo2; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="font-family: "Courier New"; mso-fareast-font-family: "Courier New";">o
</span><!--[endif]-->janji harus ditepati; </span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 54.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l4 level1 lfo2; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="font-family: "Courier New"; mso-fareast-font-family: "Courier New";">o
</span><!--[endif]-->barang-barang harus mempunyai pemilik; </span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 54.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l4 level1 lfo2; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="font-family: "Courier New"; mso-fareast-font-family: "Courier New";">o
</span><!--[endif]-->setiap orang hendaknya menerima dan
mempertahankan bagiannya.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Thomas Aquino melihat manusia itu primer sebagai pemikir,
makhluk yang diberkahi akal. Thomas mencoba mendamaikan wahyu Ilahi dengan
kebenaran yang timbul dari akal – mencoba membuat sintese antara iman dan akal,
anugerah dan alam.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dengan “akal” (Latin: <i>ratio</i>,
Prancis: <i>raison</i>, Jerman: <i>Vernunft</i>) yang biasanya dalam filsafat dimaksud sesuatu yang
“lebih tinggi” dari pada “pikiran”. Jika pikiran mengarah pada pengetahuan dan
pandangan, maka akal membawa pikiran manusia pada jalan baru, penemuan, membawa
untuk mengadakan kombinasi dan deduksi, sehingga sampai kepada pembagian baru. Akal
itu biasanya dilihat sebagai “tanda hakiki” dari manusia.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Thomas berjasa memberikan tempat tersendiri kepada akal,
berdasarkan sifatnya sendiri yang berbeda daripada sifat kepercayaan. Ia
memberikan “sinar hijau” kepada akal sepanjang ia mau menundukkan diri di bawah
pengawasan dari kepercayaan. Akal dan kepercayaan termasuk dua bidang yang
berlainan.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kebenaran Ilahi sesungguhnya berdasarkan atas wahyu adalah
benar karena Tuhan menyatakannya tetapi kebenaran ilmiah berdasarkan
pengamatan.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tiga Leges:</span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<ul>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="text-indent: -18pt;"> </span><i style="text-indent: -18pt;">Lex
Aeterna</i><span style="text-indent: -18pt;"> – hukum abadi. Tuhan sesungguhnya menciptakan manusia menurut
gambarannya dan oleh sebab itu dalam pembawaan manusia terdapat suatu
pencerminan, (seolah-olah suatu tindakan, cetakan, stempel) dari </span><i style="text-indent: -18pt;">Lex Aeterna</i><span style="text-indent: -18pt;"> itu.</span></span></li>
</ul>
<ul>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="text-indent: -18pt;">Cetakan, stempel ini oleh Thomas disebut </span><i style="text-indent: -18pt;">Lex Naturalis</i><span style="text-indent: -18pt;"> – hukum alam. </span><i style="text-indent: -18pt;">Lex</i><span style="text-indent: -18pt;"> ini mengajarkan kepada manusia
perbedaan antara baik dan buruk, berbuat yang baik dan meninggalkan yang buruk.
Itulah satu-satunya peraturan yang tepat, yang berasal dari hukum alam; untuk
selebihnya hukum ini memberi kepada manusia hanya petunjuk, bagaimana
seharusnya rupa hukum itu.</span></span></li>
</ul>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Indikasi semacam itu antara lain:</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-left: 54.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo4; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="font-family: "Courier New"; mso-fareast-font-family: "Courier New";">o
</span><!--[endif]-->Nafsu yang diberikan alam untuk mempertahankan
diri, yang sama-sama dimiliki manusia dan segala makhluk hidup lainnya; dari
sini manusia menyimpulkan dengan akalnya peraturan yang lebih konkret, seperti
larangan membunuh.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 54.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo4; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="font-family: "Courier New"; mso-fareast-font-family: "Courier New";">o
</span><!--[endif]-->Nafsu untuk berkembang biak dan memelihara
kerukunan yang dimiliki oleh manusia dan binatang; dari ini manusia dengan
akalnya menyimpulkan peraturan perkawinan, kekuasaan orang tua, kewajiban anak untuk
menghormati orang tua; dan </span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 54.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo4; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="font-family: "Courier New"; mso-fareast-font-family: "Courier New";">o
</span><!--[endif]-->Alam manusia yang khas, berdasarkan mana ia
mencari kebenaran (Ilahi), usaha menuntut ilmu, keinginan untuk hidup bersama orang
lain. Karena itu masuk akal bahwa manusia tidak boleh merugikan orang lain, bhw
manusia harus menempati janjinya dan sebagainya.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 54.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo4; text-indent: -18.0pt;">
</div>
<ul>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i style="text-indent: -18pt;">Lex Humana
</i><span style="text-indent: -18pt;">atau hukum manusiawi, hukum positif yang berlaku. Hukum ini seyokyanya
merupakan penjelmaan yang konkret dari dasar yang dihasilkan oleh </span><i style="text-indent: -18pt;">Lex Naturalis</i><span style="text-indent: -18pt;">.</span></span></li>
</ul>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"> Dari Lex naturalis dapat disalurkan <i>lex humana</i>:</span><br />
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 72.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo5; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="font-family: "Courier New"; mso-fareast-font-family: "Courier New";">o
</span><!--[endif]-->Langsung – suatu aturan disalurkan langsung dari
aturan hukum alam, misalnya larangan mencuri yang langsung disimpulkan dari
dari tidak boleh merugikan sesama manusia. Ini merupakan metode yang biasa
dipergunakan dalam ilmu dengan menarik suatu kesimpulan (conclusio) dari premis
(dalil yang tersedia).</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 72.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo5; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="font-family: "Courier New"; mso-fareast-font-family: "Courier New";">o
</span><!--[endif]-->Tidak langsung (indirect) – pihak yang
menciptakan mengerjakan dasar hukum alam itu menjadi peraturan, sama seperti
arsitek, bertitik tolak dari suatu pemikiran yang global, mengerjakan lebih
lnanjut menjadi suatu gambar. Demikian, dari peraturan “jangan berbuat jahat terhadap
sesamanya” orang dapat sampai kepada suatu peraturan yang menentukan pembunuhan
harus dihukum sedang sifat hukuman itu juga hanya dapat diturankan secara tidak
langsung melalui metode – <i>determinatio</i>.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Melengkapi hukum manusiawi itu boleh juga diperluas,
tanpa menimbulkan ketentuan itu secara langsung atau tidak langsung dari <i>lex naturalis</i> (tidak boleh bertentangan dengan
<i>lex naturalis</i>). Inilah yang disebut <i>metode additio</i>. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="mso-list: l3 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<b><i><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"> 2. Voluntaris-Thomas Hobbes (1588-1679)</span></i></b></div>
<div class="MsoListParagraph" style="mso-list: l3 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Jika rasionalis bertolak dari rasio (akal) sebagai sumber
pengenal daru hukum alam, maka para voluntaris menerima voluntas (kemauan)
sebagai sumber hukum. Dari itu keluarlah pendapat yang sangat berlainan
mengenai hukum alam– Kemauan raja adalah UU. Menciptakan hukum dalam pandangan
ini bukanlah “pekerjaan berpikir”, tetapi “memerintah”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Yang penting di sini adalah perintah yang diberikan itu
harus dikerjakan, misalnya “Kamu tidak boleh mencuri”. Dengan perintah semacam
itu sebagai titik tolak, selanjutnya dengan bantuan akal orang dapat
menguraikan norma yang diberikan itu. Sebaliknya pada rasionalis, norma itu
dikonstruksikan melalui jalan pikiran: akallah yang utama <i>(premair)</i> dan aturan yang kedua <i>(secondair).</i></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Jika rasionalis dapat mengarah kepada usaha kritis “pembuat
hukum”, maka para voluntaris sebaliknya biasanya memperkuat hukum yang berlaku dengan
pendapat mereka. Sesungguhnya perintah itu merupakan suatu dalil (aksioma) yang
tak dapat dilanggar, terhadap mana alasan berdasarkan “akal” tidak dapat
menandinginya.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sebagian besar voluntaris – ketertiban alamiah itu menuntut
adanya suatu pemerintah, yang memandang sebagai tugas alamiahnya, menciptakan
hukum dan mempertahankannya.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Menurut Lon L. Fuller inti dari manusia bukanlah akalnya dan
juga bukan kemauannya, tetapi kemampuannya berkomunikasi dengan orang lain. Dengan
demikian tingkah laku manusia dapat dikemudikan dan apakah hal itu akan
berhasil tergantung dari ketrampilan mengemudi dari orang yang menyusun aturan
itu.</span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="mso-list: l3 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"> </span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="mso-list: l3 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><!--[endif]--> <b><i>3. Teknologis-Lon L. Fuller</i></b></span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="mso-list: l3 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<b><i><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Teknologis – <i>“jus est
ars”</i> – pembuatan hukum itu adalah suatu ketrampilan. Para Teknolog – isi
hukum ditempatkan dibelakang; bagi mereka hukum yang baik adalah hukum yang
timbul menurut aturan kesenian.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Untuk pembentukannya berlaku berbagai <i>desiderata</i> (cita-cita, keinginan), seperti suatu undang-undang
haruslah jelas, tidak berlaku surut, dan sebagainya. Salah seorang wakil modern
aliran ini Lon L. Fuller.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<i style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Oleh: Prof. DR. Faisal A.Rani,S.H.,M.H.</span></i></div>
Ilmuhukumuskhttp://www.blogger.com/profile/05625406171782532634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8600360782646030344.post-60206896540672402362013-05-11T10:54:00.000+07:002014-06-11T06:22:46.375+07:00Legisme (Hukum) dan Positivisme Hukum (Hukum Positif)<i style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -18pt;"><span style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;"><b>Oleh: Prof. DR. Faisal A.Rani,S.H.,M.H.</b></span></i><i style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -18pt;"></i><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgvf6gsiy_L46joPYi6f6HQ4fLXpBf_IwRoBYss1BaVsaWiGQWmBCZp0h2VyVEzzt4jITuieYE_orRueIw-Fzbf_3mMUs7xqagiIF7sPCV_SAbJa8NtjG3csdLVT9RuEZAMQ_EXkbaofxw/s1600/format-surat-dakwaan.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgvf6gsiy_L46joPYi6f6HQ4fLXpBf_IwRoBYss1BaVsaWiGQWmBCZp0h2VyVEzzt4jITuieYE_orRueIw-Fzbf_3mMUs7xqagiIF7sPCV_SAbJa8NtjG3csdLVT9RuEZAMQ_EXkbaofxw/s1600/format-surat-dakwaan.jpg" height="212" width="320" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Legisme harus dibedakan dengan positivisme hukum. Para ahli positivisme hukum tidak membatasi diri sebagaimana para ahli hukum <i>(legisten)</i> pada hukum undang-undang <i>(wetenrecht)</i>. Kebiasaan, adat istiadat yang baik, pendapat masyarakat bagi para ahli positivisme hukum dapat berfungsi sebagai sumber hukum.
</span><br />
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Para positivisme hukum memang berpendapat bahwa ahli hukum
pada karya ilmiahnya itu harus membatasi diri pada hukum positif atau hukum yang
berlaku, dan tidak boleh berorientasi pada hukum kodrat atau hukum yang lebih
tinggi, sebagaimana dilakukan oleh penganut hukum alam.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bagi positivisme hukum mungkin terdapat sesuatu semacam
keadilan, yang berpengaruh atas hukum yang berlaku, tetapi itu bukanlah tugas dari
sarjana hukum untuk menggunakan pendapat pribadinya mengenai hal itu dalam
karya ilmiahnya, itu merupakan tugas bidang ahli kesusilaan, politik dan
sarjana teologi.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalam pandangan positivisme hukum, seseorang boleh
mempercayai sesuatu hukum yang lebih tinggi pada keadilan, tetapi tidak boleh
mencampurkan kepercayaan itu dalam pelaksanaan hukum. Dalam stelsel hukum abad
ke 19 dan 20, pendapat hukum ini menuju kepadaa akibat bahwa yang dapat
dipelajari sebagai hukum, hanyalah apa yang oleh negara diumumkan atau diakui
sebagai hukum. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalam bentuknya yang paling murni para ahli positivisme
hukum itu adalah suatu aliran dalam ilmu pengetahuan hukum yang ingin memahami
hukum (yang berlaku) itu semata2 “dari dirinya sendiri” dan menolak putusan
nilai mengenai peraturan hukum.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Positivisme hukum banyak variasinya. Suatu aliran yang
paling tua dari Positivisme Hukum salah satunya adalah teori perintah, tokohnya
John Austin hukum itu dilihat sebagai
perintah <i>(commands)</i> dari pemerintah.
Kemudian muncul teori sistem <i>(systeemtheorieen)</i>
yang menolak teori perintah (<i>bevelstheorie)</i>
itu, dengan alasan bahwa semata-mata perintah dari penguasa itu belumlah cukup mereka
yang menerima perintah itu harus merasa berkewajiaban (bukan semata-mata
dipaksa) untuk mengikuti perintah itu. Teori sistem adalah aliran yang paling penting
dalam positivisme hukum. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Intinya bahwa hukum adalah suatu stelsel dari aturan yang
berkaitan satu sama lain secara oranganis, secara piramida dari norma yang
terbentuk secara hirarkhis. Sistem ini adalah sistem tertutup artinya di luar
itu tidak ada hukum.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="text-indent: -18pt;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="text-indent: -18pt;"><i><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">1. Hans Kelsen (1881-1973)</span></i></b></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hukum merupakan wakil yang paling terkenal dari positivisme hukum namanya berkaitan
dengan ajaran hukum murni <i>(reine
rechtslehre).</i> Hukum merupakan alat pengikat yang paling penting, hukum itu harus
merupakan suatu hukum, yang dapat berlaku bagi orang Islam, Kristen, orang
Turki, Hongaria, Austria, harus suatu hukum yang dimurnikan dari berbagai unsur
seperti agama, politik, sejarah, sosiologi, etik, ekonomi, dan sebagainya.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<i><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i>Reine rechtslehre</i>
– murni di sini mempunyai dua arti, <i>pertama</i>
murni secara metodelogis artinya memakai metode sendiri dari ilmu pengetahuan
normatif; dan <i>kedua</i> dimurnikan dari
segala unsur yang non yuridis.</span></div>
<ul><ul>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -18pt;"><b>Sein dan Sollen</b></span></li>
</ul>
</ul>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ilmu pengetahuan hukum itu menurut pandangan neo-positivis
bukanlah ilmu pengetahuan, karena ia bergerak dalam bidang “yang seharusnya” ia
mempunyai norma sebagai objek. Ilmu pengetahuan neo-positivis hanya dapat
menyibukkan diri dengan fakta yang ada, yang dapat diverifikasi hanya sesuatu yang
</span><i style="font-family: Verdana, sans-serif;">“ada”</i><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"> yang dapat diverifikasi bukan </span><i style="font-family: Verdana, sans-serif;">“yang seharusnya”</i><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">.</span></blockquote>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kelsen bertitik tolak dari pemisahan yang ketat antara “ada”
<i>(Sein)</i> dan “seharusnya” <i>(Sollen). </i>Ia meneliti bidang sollen itu
secara ilmu pengetahuan. Kelsen tidak menjadikan hal alamiah (fakta) itu sebagai
objek penelitian hukum, melainkan peraturan mengenai yang seharusnya
(norma-norma). </span></blockquote>
</div>
<div class="MsoNormal">
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i>Sein</i> yang
dimaksudkan Kelsen bukanlah “ada” tetapi “berlaku” sesuatu norma itu berlaku
atau tidak berlaku. Jadi dalam bidang “seharusnya” <i>(Sollen)</i> itu hanya dapat diajukan pertanyaan mengenai “berlakunya”,
tidak mengenai “adanya” <i>(Sein)</i> suatu
norma. </span></blockquote>
</div>
<div class="MsoNormal">
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Menurut Kelsen, <i>Sein</i>
dan <i>Sollen</i> termasuk dua dunia yang
berbeda sama sekali, masing-masing tunduk pada aturannya sendiri. Dunia <i>Sein</i> berlaku aturan kausal
(sebab-akibat): A adalah akibat dari B; sebaliknya dalam dunia <i>Sollen</i> berlaku aturan pertanggungjawaban
(istilah Kelsen): Jika A terjadi, maka seharusnya B terjadi.</span></blockquote>
</div>
<div class="MsoNormal">
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ilmu hukum sebagai ilmu pengetahuna normatif dari masyarakat
dengan demikian memerlukan suatu metode sendiri yang tidak diarahukuman
menyelidiki hubungan sebab-akibat, (seperti ilmu alam, sosiologi), tetapi diarahukuman
untuk menyelidiki hubungan pertanggungjawaban. Dengan cara demikian, Kelsen
berusaha </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">mencapai kemurnian metode.</span></blockquote>
</div>
<ul><ul>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -18pt;"><b>Stufenbau</b></span></li>
</ul>
</ul>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sesuatu aturan berlaku, kata Kerlsen, karena aturan itu
berlandaskan pada aturan yang lain, yang lebih tinggi; dan aturan yang lebih tinggi
itu pada gilirannya berlandaskan pada aturan yang lebih tinggi lagi
(stufenbau).</span></blockquote>
<div class="MsoNormal">
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Jika diteruskan demikian, maka akhirnya kita akan tiba pada
aturan yang tertinggi, yakni Grundnorm (norma dasar), yang tidak dapat dialihukuman
kepada aturan lain, yang lebih tinggi. </span></blockquote>
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="text-indent: -18pt;"><i><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">2. H.L.A. Hart</span></i></b></div>
<div class="MsoListParagraph" style="margin-left: 54.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo3; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"> </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hart juga melihat hukum itu sebagai stelsel norma dengan
suatu aturan dasar, yakni <i>ultimate rule
of recognition.</i> Pada Hart, <i>ultimate
rule of recognition</i> tidak sebagaimana Kelsen yang merupakan suatu aturan
hipotetis yang dianggap demikian, tetapi suatu “fakta”, yang dapat diselidiki
secara empiris.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Misalnya di Inggris “Apa yang diperbuat Ratu di Parlemen
secara resmi adalah hukum” – aturan ini bukan merupakan dasar suatu sistem
hukum karena ia “berlaku”, melainkan karena orang menyesuaikan diri padanya.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dengan demikian bagi Hart “berlakunya” ultimate rule of
recognition itu karena ia “ada” dan diterima dalam hidup masyarakat itu. Hart tidak
sebagaimana Kelsen – bahwa Grundnorm itu sebagai norma terakhir hanyalah
mempunyai keberlakuan hipotetis, yang dianggap demikian.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i>Ultimate rule of
recognition</i> tergantung dari stelsel norma di mana ia merupakan norma
tertinggi – sebaliknya pada Kelsen, norma yang tertinggi itu sebenarnya
senantiasa mempunyai isi yang sama: “Bertingkah lakulah, sebagaiman ditentukan
oleh konstitusi negaramu”.</span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<ul><ul>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -18pt;"><b>Primary Rule dan Secondary Rule</b></span></li>
</ul>
</ul>
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Titik tolak Hart adalah teori perintah </span><i style="font-family: Verdana, sans-serif;">(cammand-theorie)</i><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"> dari Austin. Dalam teori perintah pada hakekatnya
berintikan bahwa hukum itu adalah merupakan suatu rangkaian perintah dari
pemerintah. Menurut Hart, aturan hukum disamping sebagai perintah, juga
menciptakan kewajiban dari warga untuk mematuhi aturan itu.</span></blockquote>
<div class="MsoNormal">
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dengan apakah sebenarnya keberlakuan aturan itu harus
diukur? “Berlaku sah” dalam hubungan ini sesungguhnya berarti berlaku menurut
aturan tertentu. Untuk itu Hart membagi aturan hukum dalam dua kelompok yaitu <i>primary rule</i> dan <i>secundary rule</i>.</span></blockquote>
</div>
<div class="MsoNormal">
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i>Secundary rule</i>
yaitu mengatur persolan keabsahan suatu aturan, yang tidak memberikan ketentuan
“ini boleh” – “ini tidak boleh dikerjakan” – tetapi memberikan wewenang kepada yang
berwajib, yang telah mengadakan spesialisasi dalam pemeliharaan hukum – yang
seolah-olah merupakan suatu oranganisasi yang memberikan struktur dalam
pembentukan dan pelaksanaan hukum. </span></blockquote>
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hart membedakan 3 macam secondary rule:</span></blockquote>
</div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<blockquote class="tr_bq">
<ol>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="text-indent: -18pt;">Keragu2an mengenai isi hukum dapat diatasi dengan
aturan pembantu mengenai pengakuan </span><i style="text-indent: -18pt;">(secondary
rule of recognition),</i><span style="text-indent: -18pt;"> yang menyatakan keabsahan aturan primer.</span></span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -18pt;">Kekakuan hukum dapat hilang apabila terdapat
persesuaian mengenai aturan pembantu untuk perubahan hukum </span><i style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -18pt;">(secondary rule of change).</i><span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -18pt;"> Ditetapkan prosedur untuk pembentukan
aturan hukum.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -18pt;">Ketidkmampuan hukum dapat diatasi dengan
pembentukan badan, yang menetapkan apabila suatu aturan dibatalkan dan
pelaksanaan keputusan yang telah diambil oleh badan yang pertama diserahukuman
kpada badan lain. Inilah aturan pembantu untuk membentuk pejabat kehakiman </span><i style="font-family: Verdana, sans-serif; text-indent: -18pt;">(secondary rule of adjudication).</i></li>
</ol>
</blockquote>
Ilmuhukumuskhttp://www.blogger.com/profile/05625406171782532634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8600360782646030344.post-61140871383613109292013-05-10T06:00:00.003+07:002014-06-11T06:08:07.969+07:00Legal Realism; the Law in action <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEit5DBAc1hD0jeqzdWc635ufR2ZD9nQayYNhAZwGsr1NRCB1II2Pq_9uLPPIVQJkKZ9rzRsJnIVhgW5BYFFGKzPtND14SXjFUVsXUqGaEBqMc58ID9NiuxuOOuJvh9-IHd-W0y1fYoy97A/s1600/Should-you-define-your-path-for-law-school.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEit5DBAc1hD0jeqzdWc635ufR2ZD9nQayYNhAZwGsr1NRCB1II2Pq_9uLPPIVQJkKZ9rzRsJnIVhgW5BYFFGKzPtND14SXjFUVsXUqGaEBqMc58ID9NiuxuOOuJvh9-IHd-W0y1fYoy97A/s1600/Should-you-define-your-path-for-law-school.jpg" height="230" width="320" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Realisme hukum menyelidiki keputusan pengadilan sebagai objek, mencoba menemukan faktor apa ikut berperan dalam pemberian keputusan, memeriksa apa akibatnya, dan mencoba meramalkan bagaimana pengadilan akan mengambil keputusan di kemudian hari. </span><br />
<div>
<br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tokoh aliran ini antara lain:</span></div>
<div>
<ol>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Roscoe Pound, dan</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Jerome Frank. </span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Oliver Wendel Holmes</span></li>
</ol>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Holmes – hakim MA AS – menentang pendapat bahwa hakim itu semacam otomat, yang pekerjaannya tidak lain daripada menerapkan aturan hukum (yang telah tetap) pada kejadian yang di bawa ke hadapannya. Hukum bukanlah suatu stelsel yang logis, seperti misalnya ilmu pasti. Mungkin kelihatannya hakim itu merapkan hukum secara mekanis, tetapi dalam kenyataannya di samping itu turut berperan berbagai motif lain. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pendapat Holmes itu dilanjutkan oleh Pound – yang melihat <i>social engineering</i> itu sebagai persoalan pokok dari hukum – hukum adalah sebagai alat yang diciptakan sendiri oleh manusia untuk kebahagiaan masyarakatnya – ia seyogyanya menjaga keseimbangan antara berbagai kepentingan (publik, sosial, privat).<br /><br /><br />Tugas pokok daripada yuris adalah menimbang terus-menerus berbagai kepentingan yang memainkan peranan dalam perlindungan sosial, dengan tujuan tercapainya hidup bermasyarakat yang sebaik-baiknya. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Untuk itu diperlukan suatu penelitian sosiologis yang luas – dengan itu maka hakim dapat mencari penyelesaian yang baik dilihat dari sudut masyarakat. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Jerome Frank – yang merupakan<i> “enfant terrible”</i> dari pada yuris Amerika – dengan tajam membenci mitos yang masih tetap berlaku mengenai kepastian – orang Amerika rata-rata akan melihat hakim itu sebagai ayahnya, yang memberikannya kepastian, yang diperlukannya dalam kekanak-kanakannya (infantiliteit). </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="background-color: white; line-height: 25px;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Oleh: Prof. DR. Faisal A. Rani, S.H., M.H.</span></span></div>
<div>
<br /></div>
Ilmuhukumuskhttp://www.blogger.com/profile/05625406171782532634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8600360782646030344.post-77155808859934595172013-05-10T05:26:00.001+07:002014-06-11T06:24:03.647+07:00Eksistensi Sanksi <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5etZF4RnI9d834VMNDaQpXEu4xA4ivXc-untSiGHhrs4XnOOsRLFTwFtlCZEGnD1XhUi7B3Zp1wKMPmQPZ_3y6wBDLv-5FF1j6kUrfSIEvbqklHPVP7ThZ6AN0CdQEvwwvF-YrUReziE/s1600/Hukum-Privat-Hukum-Perdata-Perbankan.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5etZF4RnI9d834VMNDaQpXEu4xA4ivXc-untSiGHhrs4XnOOsRLFTwFtlCZEGnD1XhUi7B3Zp1wKMPmQPZ_3y6wBDLv-5FF1j6kUrfSIEvbqklHPVP7ThZ6AN0CdQEvwwvF-YrUReziE/s1600/Hukum-Privat-Hukum-Perdata-Perbankan.jpg" height="180" width="320" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sebagian besar teori hukum menyatakan baik secara eksplisit maupun inplisit bahwa yang membedakan norma hukum dan norma-norma lain adalah pada norma hukum dilekatkan suatu paksaan atau sanksi. Pandangan demikian merupakan karakteristik dari kaum positivis. Menurut positivis, unsur paksaan dikaitkan dengan pengertian tentang hirarkhie perintah secara formal. <br /><br />Sejak adanya negara nasional, ahli hukum mulai dari Thomas Hobbes, John Austin, Hans Kelsen dan Samlo memandang esensi hukum dalam struktur piramidal kekuasaan negara. Hart juga memandang hukum sebagai perintah dan menempatkan sanksi sebagai sesuatu yang memang melekat pada hukum. <br /><br />Menurut Hart, hukum lebih mendekati gagasan perintah atasan terhadap bawahan daripada ancaman disertai ancaman sebagaimana pada penodongan senjata. </span><br />
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Karakter hukum menurut Hart, <i>pertama</i>, kontrol hukum itu bersifat umum. Ciri yang <i>kedua</i>, adanya <i>“standing orders”</i>, suatu perintah dari waktu ke waktu. Hal ini yg membedakan dengan penodongan. Karakter <i>ketiga</i> hukum, adanya perintah itu dibuat oleh suatu kekuasan yang mempunyai supremasi dan kekuasaan tersebut bersifat merdeka, artinya tidak tunduk kepada <i>“a general habit of disobedience”</i>. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Van Apeldoorn menyatakan dengan tegas bahwa sanksi bukan elemen yang esensial dalam hukum, melainkan elemen tambahan. Menurutnya ajaran yang menyatakan bahwa ciri hukum terletak pada sanksi adalah sesuatu yang kontradiktif terhadap dirinya sendiri. <br /><br />Apeldoorn juga menyatakan, hukum suatu negara dalam banyak hal merupakan penuangan asas-asas dan norma-norma agama, moral, dan sosial yang didukung kesadaran masyarakat. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Suatu pandangan yang hanya melihat bahwa tertib hukum merupakan suatu organisasi paksaan, menyamakan hukum dengan aturan-aturan yang dibuat oleh sekawanan <i>gangster</i>. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />Pandangan demikian, tidak mengakui arti penting moral masyarakat tempat hukum itu bersandar bagi interaksi sosial dan tidak melihat kenyataan bahwa hukum dituangkan ke dalam aturan-aturan secara sukarela tanpa menggunakan paksaan fisik. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Apeldoorn – di dalam kata recht dalam bahasa Belanda itu sendiri sudah terlihat penekanan pada moral, yaitu <i>rechtvaardig</i> (adil). </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Selanjutnya Apeldoorn – pada undang-undang kuno Anglo-Saxon, kata <i>right</i> bukan sekedar diartikan <i>recht</i> (hak), melainkan juga <i>rechtvaardig</i> (adil). </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="background-color: white;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Oleh: Prof. DR. Faisal A.Rani,S.H.,M.H.</span></span></div>
Ilmuhukumuskhttp://www.blogger.com/profile/05625406171782532634noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-8600360782646030344.post-82321355662099651282013-05-10T05:09:00.004+07:002014-06-11T06:24:57.492+07:00Civil Law dan Common Law <span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Oleh: Prof. DR. Faisal A.Rani,S.H.,M.H.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<br />
<div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhL2SQJDmUbAOrM8lxWxJlUg6Dr1KzLrEV4W0BDKL4DYIYGSxjrkA3rv1qxy-MyDTMB79tDc2lzJQ1cdcdvEVrcNEVu6U8cvKfzG_87O70JNLeL2zNmJbDoHst7XWEFIfwJ38hsmLZRItg/s1600/law_firms_large.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhL2SQJDmUbAOrM8lxWxJlUg6Dr1KzLrEV4W0BDKL4DYIYGSxjrkA3rv1qxy-MyDTMB79tDc2lzJQ1cdcdvEVrcNEVu6U8cvKfzG_87O70JNLeL2zNmJbDoHst7XWEFIfwJ38hsmLZRItg/s1600/law_firms_large.jpg" height="136" width="320" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sejak abad pertengahan sampai dengan abad XII, hukum Inggris dan Eropah Kontinental masuk dalam sistem hukum yg sama, yaitu hukum Jerman, yang bersifat feodal baik substansinya maupun prosedurnya. Satu abad kemudian, hukum Romawi yang merupakan hukum materiil dan hukum kanonik sebagai hukum acara telah berubah kehidupan di Eropah Kontinental. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Di Inggris terluput dari pengaruh tersebut, dan masih berlaku hukum asli rakyat Inggris. Saat dikatomi itu terjadi pada masa pemerintahan Raja Henry II. Sistem yang dianut oleh negara-negara Kontinental yang didasarkan atas hukum Romawi disebut dengan sistem “civil law”. </span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Disebut demikian karena hukum Romawi pada mulanya bersumber pada karya Kaisar Iustinianus “Corpus Iuris Civilis”. Sedangkan sistem yang berkembang di Inggris karena didasarkan atas hukum asli rakyat Inggris disebut “Common Law”. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Civil Law dianut oleh negara-negara kontinental sehingga kerap disebut juga “sistem kontinental”. Sebaliknya, common law dianut oleh suku Anglika dan Saksa yg mendiami sebagian besar Inggris sehingga disebut juga sistem Anglo-Saxon. Suku Scott yang mendiami Skotlandia tidak menganut sistem hukum ini, meskipun berada di tanah Inggris mereka menganut civil law. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Negara-negara bekas jajahan negaranegara Eropah Kontinental menganut sistem civil law. Negara-negara berbahasa Inggris yg merupakan bekas jajahan Inggris menganut common law. Akan tetapi Amerika Serikat yang merupakan bekas jajahan Inggris mengembangkan sistem yang berbeda dan berlaku di Inggris, meskipun masih dalam kerangka common law, yang sering disebut Anglo-American, terutama hukum ekonomi.</span></div>
Ilmuhukumuskhttp://www.blogger.com/profile/05625406171782532634noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8600360782646030344.post-18691757871093360582013-05-10T04:07:00.006+07:002014-06-11T06:29:35.993+07:00Arti Penting Hukum Dalam Aspek Fisik dan Eksistensi Manusia <br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">
</span>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_RxzwQFnTCyPBnCWSXErAFZf5cFcw8uWVQSY7MBArldLfovPnHCjmHYWMNPy_uo6LOn1p8d3QVIFe0hcVDgd_uohWsl5NJ7_Z62zDK_f3rmDm7aR1aQfe-5U9ryqR_abrL0e0lU7mREQ/s1600/prawozdje2.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_RxzwQFnTCyPBnCWSXErAFZf5cFcw8uWVQSY7MBArldLfovPnHCjmHYWMNPy_uo6LOn1p8d3QVIFe0hcVDgd_uohWsl5NJ7_Z62zDK_f3rmDm7aR1aQfe-5U9ryqR_abrL0e0lU7mREQ/s1600/prawozdje2.jpg" height="222" width="320" /></a></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kaum positivis memandang bahwa hukum sebagai aturan yang dibuat oleh penguasa </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">(John Austin, H.L.A. Hart).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Meskipun Hart juga mengemukakan masalah moral, ia tetap saja seorang positivis karena ia menangkap makna moral dari segi kebutuhan fisik manusia yg dpt diamati.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sebagaimana telah dikemukakan dalam kuliah yang lalu, bahwa hidup bermasyarakat manusia mempunyai dua aspek, yaitu aspek fisik dan aspek eksistensial. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hukum sebagai produk budaya timbul dan berkembang bukan sekedar memenuhi aspek fisik, melainkan juga untuk memenuhi aspek eksistensial manusia dlm hidup bermasyarakat. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Perlunya aturan, Hart perpangkal dari pandangan bahwa manusia dalam hidup bermasyarakat melakukan kelaziman-kezaliman tertentu, yang kemudian kelaziman itu digeneralisasi. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Berdasarkan generalisasi-generalisasi yang nyata mengenai hakikat manusia dan dunia tempat manusia itu hidup dapat ditunjukkan bahwa sepanjang dipandang baik, ada aturan tingkah laku tertentu yg harus diadopsi oleh organisasi sosial apabila ia ingin bertahan. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aturan-aturan itu pada kenyataannya menjadi unsur bersama dalam hukum dan moralitas konvensional bagi semua masyarakat yang pada titik tertentu dapat dibedakan dari sarana kontrol sosial lainnya. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pikiran Hart tersebut menunjukkan bahwa hukum berpangkal dari sesuatu yang bersifat empiris. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Prinsip-prinsip tingkah laku yg mempunyai dasar kebenaran elementer mengenai kemanusiaan, lingkungan alamnya, dan tujuannya oleh Hart disebut minimum content of natural law. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Minimum content of natural law inilah yg menjadi alasan manusia untuk menaati aturan yg dibuat manusia guna melanjutkan hidup bermasyarakat. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Yang disebut moral dalam kerangka pikir Hart adalah nalar yang berdasarkan pada minimum content of natural law, sehingga seseorang tidak melanggar aturan yang dibuat oleh masyarakat dalam rangka mempertahankan kehidupan bermasyarakat.</span><span style="font-family: Courier New, Courier, monospace;"><br /></span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Oleh: Prof. DR. Faisal A. Rani, S.H., M.H.</span>Ilmuhukumuskhttp://www.blogger.com/profile/05625406171782532634noreply@blogger.com2