RSS
Facebook
Twitter

10 Mei 2013

Eksistensi Sanksi

Sebagian besar teori hukum menyatakan baik secara eksplisit maupun inplisit bahwa yang membedakan norma hukum dan norma-norma lain adalah pada norma hukum dilekatkan suatu paksaan atau sanksi. Pandangan demikian merupakan karakteristik dari kaum positivis. Menurut positivis, unsur paksaan dikaitkan dengan pengertian tentang hirarkhie perintah secara formal.

Sejak adanya negara nasional, ahli hukum mulai dari Thomas Hobbes, John Austin, Hans Kelsen dan Samlo memandang esensi hukum dalam struktur piramidal kekuasaan negara. Hart juga memandang hukum sebagai perintah dan menempatkan sanksi sebagai sesuatu yang memang melekat pada hukum.

Menurut Hart, hukum lebih mendekati gagasan perintah atasan terhadap bawahan daripada ancaman disertai ancaman sebagaimana pada penodongan senjata. 

Karakter hukum menurut Hart, pertama, kontrol hukum itu bersifat umum. Ciri yang kedua, adanya “standing orders”, suatu perintah dari waktu ke waktu. Hal ini yg membedakan dengan penodongan. Karakter ketiga hukum, adanya perintah itu dibuat oleh suatu kekuasan yang mempunyai supremasi dan kekuasaan tersebut bersifat merdeka, artinya tidak tunduk kepada “a general habit of disobedience”

Van Apeldoorn menyatakan dengan tegas bahwa sanksi bukan elemen yang esensial dalam hukum, melainkan elemen tambahan. Menurutnya ajaran yang menyatakan bahwa ciri hukum terletak pada sanksi adalah sesuatu yang kontradiktif terhadap dirinya sendiri.

Apeldoorn juga menyatakan, hukum suatu negara dalam banyak hal merupakan penuangan asas-asas dan norma-norma agama, moral, dan sosial yang didukung kesadaran masyarakat. 
Suatu pandangan yang hanya melihat bahwa tertib hukum merupakan suatu organisasi paksaan, menyamakan hukum dengan aturan-aturan yang dibuat oleh sekawanan gangster

Pandangan demikian, tidak mengakui arti penting moral masyarakat tempat hukum itu bersandar bagi interaksi sosial dan tidak melihat kenyataan bahwa hukum dituangkan ke dalam aturan-aturan secara sukarela tanpa menggunakan paksaan fisik.
Apeldoorn – di dalam kata recht dalam bahasa Belanda itu sendiri sudah terlihat penekanan pada moral, yaitu rechtvaardig (adil). 
Selanjutnya Apeldoorn – pada undang-undang kuno Anglo-Saxon, kata right bukan sekedar diartikan recht (hak), melainkan juga rechtvaardig (adil).

Oleh: Prof. DR. Faisal A.Rani,S.H.,M.H.

2 komentar:

  1. ini bukannya dikutip dari bukunya Peter Mahmud PIH?

    BalasHapus
    Balasan
    1. ini catatan kuliah saya, saya peroleh dari Bapak Prof. Faisal A. Rani.
      bisa jadi beliau kutip dari buku Bapak Peter Mahmud.
      terimakasih atas komentarnya

      Hapus