RSS
Facebook
Twitter

11 Mei 2013

Sosiologi Hukum

Oleh: Prof. DR. Faisal A. Rani,S.H., M.H.

Sosiologi hukum adalah cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya. Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa objek telaah sosiologi hukum adalah hukum dari sisi tampak kenyataannya, yakni hukum sebagaimana dijalankan sehari-hari  oleh orang dalam kenyataan.

Maksudnya, yang dipelajari dalam disiplin ilmiah ini adalah kenyataan hukum dalam arti kenyataan kemasyarakatan berkenaan dengan adanya aturan hukum yang mencakup hubungan saling mempengaruhi secara timbal balik antara hukum dan proses kemasyarakatan.

Jadi, di satu satu pihak mempelajari semua akibat, yang dimaksudkan maupun yang tidak dimaksudkan, yang diinginkan maupun yang tidak, yang ditimbulkan oleh kaedah hukum dalam kenyataan kemasyarakatan. Di lain pihak, semua akibat proses kemasyarakatan yang mendukung maupun melemahkan atau membelokkan proses pembentukan dan penerapan hukum.

Dengan demikian sosiologi hukum dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berdasarkan analisis teoretis dan penelitian empiris berusaha menetapkan dan menjelaskan pengaruh proses kemasyarakatan dan perilaku orang terhadap pembentukan, penerapan, yurisprudensi dan dampak kemasyarakatan antara hukum, dan sebaliknya pengaruh aturan hukum terhadap proses kemasyarakatan dan perilaku orang.

Satjipto Rahardjo, C.J.M. Schuit, P. Vinke dan sosiolog lainnya pada umumnya mengemukakan bahwa penelitian hukum secara sosiologis tentang sistem hukum, tentang lembaga hukum dan organisasi dengan jabatan yang ada di dalamnya, tentang yustiabel, tentang asas hukum, dan pengertian-pengertian fundamental dalam hukum.

Satjipto Rahardjo mengungkapkan 3 karakteristik sosiologi hukum:
Pertama, bertujuan memberikan penjelasan terhadap praktek hukum dengan menjelaskan mengapa praktek hukum itu demikian, apa sebabnya, apa faktor yang mempengaruhi, apa latar belakangnya, dan sebagainya. Dengan mengikuti Max Weber, penjelasan tentang perilaku orang berkenaan dengan berlakunya aturan hukum itu mencakup baik segi eksternalnya maupun segi internalnya (motif perilaku).
Kedua, sosiologi hukum selalu menguji kesahihan empiris aturan atau kenyataan hukum.
Ketiga, sosiologi hukum tidak melakukan penilaian terhadap hukum, melainkan hanya memberi penjelasan apa adanya dalam kenyataan, dan demikian mendekati hukum dari segi objektivitas semata.
Bruggink mengemukakan adanya dua jenis (aliran, “stroming”) dalam sosiologi hukum, yakni:
  1. Sosiologi hukum empiris (erklaerende soziologie); 
Dengan bertolak dari titik berdiri eksternal dan mengacu kepada teori kebenaran korespondensi, mengkompilasi dan menata material objek-telaahnya (perilaku orang dan kelompok orang) untuk kemudian dengan metode kuantitatif menarik dari dalamnya kesimpulan2 tentang hubungan antara kaidah atau aturan hukum dengan hubungan kemasyarakatan.
Metode yang digunakan mendekati metode yang digunakan dalam ilmu alam. Tujuannya untuk menghasilkan produk penelitian semurni atau seobjektif mungkin, sehingga mampu menciptakan gambaran (deskriptif) setepat mungkin tentang kenyataan kemasyarakatan yang di dalamnya berfungsi aturan hukum positif. Produknya sedapat mungkin dituangkan ke dalam proposisi informatif yang terbuka untuk diverifikasi empiris. Penuangan ke dalam proposisi normatif atau evaluatif dihindari, karena dipandang non-kognitif dan tidak dapat diverifikasi secara empiris sehingga tidak dapat digunkan dalam suatu teori empiris. Para sosiolog hukum empiris pada umumnya termasuk dalam aliran positivisme (aliran filsafat pengetahuan).
      2.  Sosiologi hukum kontemplatif (verstehende soziologie).
Dianut pendirian bahwa untuk dapat mengatakan sesuatu secara bermakna tentang masyarakat dan kaidah-kaidah hukum yang berperan penting di dalamnya, maka orang harus menjadi bagian dari masyarakat itu dan akrab dengan kaidah hukum yang berfungsi di dalamnya. Ini berarti bahwa penelitian sosiologis tentang hukum harus bertolak dari titik berdiri internal, yakni dari sudut perspektif partisipan pada masyarakat dan kehidupan hukumnya yang menjadi objek telaah.
Jenis sosiologi ini mengacu kepada teori kebenaran pragmatik. Produk penelitiannya dituangkan ke dalam proposisi baik informatif maupun normatif dan evaluatif. Kesahihan ilmiah kegiatan penelitian dan produknya dikaji melalui diskursus intersubjektif.

1 komentar: